Selamat Datang di Situs Ilmu Perbankan

Apabila anda ingin membagikan ilmu pengetahuan perbankan secara gratis dalam bentuk tulisan dan buku online, dipersilahkan mengisi form pada kolom "Pendaftaran Penulis Ilmuperbankan" untuk dapat mengirimkan tulisan mengenai seputar ilmu perbankan via email dan tentunya akan kami review dahulu tulisan anda untuk kemudian akan kami terbitkan dalam situs ini, ataupun bagi sahabat yang mau kami bagikan buku gratis secara online melalui email dapat mendaftarkan diri dengan cara mengisi nama lengkap dan alamat email anda pada kolom "Gratis Buku Online", dan secara teratur akan kami kirimkan buku online secara gratis kepada para sahabat semua yang telah mendaftarkan nama dan alamatnya, terimakasih

Google Search

Minggu, 13 Februari 2011

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Sejarah

PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Secara umum keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama dengan negara- negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang (money laundering).

Sebelum PPATK beroperasi secara penuh sejak 18 Oktober 2003, tugas dan wewenang PPATK yang berkaitan dengan penerimaan dan analisis transaksi keuangan mencurigakan di sektor perbankan, dilakukan oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan Bank Indonesia (UKIP-BI). Selanjutnya dengan penyerahan dokumen transaksi keuangan mencurigakan dan dokumen pendukung lainnya yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2003, maka tugas dan wewenang dimaksud sepenuhnya beralih ke PPATK.
Tugas dan Wewenang

Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang No.15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, membahas mengenai tugas dan wewenang PPATK.
Tugas PPATK

1. mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK

2. memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan

3. membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan

4. memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK

5. mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan

6. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

7. melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan

8. membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan

9. memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan

Wewenang PPATK

1. meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan

2. meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum

3. melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan

4. memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Lembaga ini memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasaan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana asal (predicate crimes).

Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besar dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara yang dapat ditimbulkannya, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional menaruh perhatian serius terhadap pencegahan dan pemberantasan masalah ini.
Baca Selengkapnya..

Rumus Dasar Kurs Dollar VS Rupiah

Sebenarnya apa hubungannya investasi asing dengan kurs rupiah dollar? Kenapa jika investasi luar negeri Indonesia naik maka kurs dollar melemah dan kurs rupiah menguat? Berikut ini penjelasannya.

Kurs dollar vs rupiah tergantung hukum keuangan permintaan penawaran mata uang dollar vs rupiah. Investor luar negeri jual dollar dan beli rupiah untuk investasi Indonesia, karena investor asing investasi rupiah dan bukan investasi dollar. Jika investor luar negeri jual dollar berarti permintaan dollar turun. Bila permintaan dollar turun, otomatis kurs dollar akan turun. Jika investor asing beli rupiah berarti permintaan terhadap rupiah naik, bila hal ini terjadi maka kurs rupiah naik.

Keuntungan investasi luar negeri adalah kurs rupiah yang menguat itu karena mereka melakukan investasi di mata uang asing, seperti rupiah dan bukannya dollar. Hal ini akan membuat kita mengerti mengapa Indonesia butuh investasi dari luar negeri, khususnya investasi sektor riil.

Itulah pentingnya mengapa pemerintah Indonesia harus membangun fasilitas investasi terbaik, membangun infrastruktur, dan kepastian hukum supaya investor asing kelas dunia menilai Indonesia bisnis yang bagus dan mereka mau menginvestasikan saham di perusahaan Indonesia yang terbaik.

Baca Selengkapnya..

Istilah-istilah dalam bidang Bank Syariah

Akad : adalah pertalian ijab dengan qabul menurut cara-cara yang disyariatkan yang berpengaruh terhadap objek

Al-mashnu : barang pesanan dalam transaksi istishna

Al-muslam fihi : komoditas yang dikirimkan dalam transaksi salam

Al-muslam ileihi : penjual dalam transaksi salam

Al-muslam : pembeli dalam transaksi salam

Al-mushtashni’ : pembeli akhir dalam transaksi ishtisna’

Amil : petugas pendistribusi zakat

As-shani : produsen/supplier dalam transaksi ishtisna’

Fiisabilillah : orang yang berjuang di jalan Allah

Gharim : orang yang berutang dan kesulitan untuk melunasinya

Halal : sesuatu yang diperbolehkan oleh Islam

Haul : cukup waktu satu tahun bagi pemilikan harta kekayaan seperti perniagaan, emas, ternak, sebagai batas kewajiban membayar zakat

Hiwalah : pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam pengalihan piutang atau utang, dan jasa pemindahan / pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas lain

Ibnusabil : orang yang dalam perjalanan

Ijarah : perpindahan kepemilikan jasa dengan imbalan yang sudah disepakati menurut para fuqaha’. Ijarah ini memiliki 3 (tiga) unsur:

- Bentuk yang mencakup penawaran atau persetujuan

- Dua pihak pemilik aset yang disewakan dan pihak yang memanfaatkan jasa dari aset yang disewakan

- Objek dari akad ijarah, yang mencakup jumlah sewa dan jasa yang dipindahkan kepada penyewa

Ijarah operasional: Akad ijarah yang tidak berakhir dengan pemin-dahan kepemilikan dari aset yang yang disewakan kepada penyewa

Ijarah muntahiyah

bittamlik : Akad ijarah yang berakhir dengan opsi berpindahnya kepemilikan aset yang disewakan kepada penyewa.

Ijarah muntahiyah bittamlik dapat berbentuk:

- Ijarah muntahiyah bittamlik yang memindahkan hak kepemilikan aset yang disewakan kepada penyewa–jika penyewa menginginkan hal tersebut–dengan harga yang diwakili oleh pembayaran sewa yang dilakukan oleh penyewa selama jangka waktu penyewaan. Pada akhir jangka waktu penyewaan dan setelah cicilan terakhir dibayar, maka hak milik sah aset yang disewakan secara otomatis berpindah kepada penyewa atas dasar akad baru.

- Ijarah muntahiyah bittamlik yang memberikan hak kepemilikan kepada penyewa atas aset yang disewakan pada akhir jangka waktu penyewaan atas dasar akad baru dengan harga tertentu, yang mungkin merupakan harga simbolis

- Perjanjian ijarah yang memberikan penyewa salah satu dari 3 (tiga) opsi berdasarkan pembayaran sewa yang dilakukan oleh penyewa a. Membeli aset yang disewakan dangan harga yang ditentukan berdasarkan pembayaran sewa yang dilakukan oleh penyewa;

b. Pembaruan ijarah untuk jangka waktu yang baru; atau

c. Mengembalikan aset yang disewa kepada pemilik objek sewa

Infak : pemberian sesuatu yang akan digunakan untuk kemaslahatan umat

Ishtisna’ : kontrak penjualan antara al-mustasni (penjual akhir) dengan al-shani (pemasok) dimana al-shani– berdasarkan suatu pesanan dari al-mustasni–berusaha membuat sendiri atau meminta pihak lain untuk membuat atau membeli al-masnu (pokok) kontrak, menurut spesifikasi yang disyaratkan dan menjualnya kepada al-mustasni dengan harga sesuai kesepakatan serta dengan metode penyelesaian di muka melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu eaktu di masa depan. Ini merupakan syarat dari kontrak ishtisna’ sehingga al-shani harus menyediakan bahan baku atau tenaga kerja.

Kesepakatan akad ishtisna’ mempunyai ciri-ciri sama dengan salam karena dia menentukan penjualan produk tidak tersedia pada saat penjualan, namun ketidaksamaannya terletak pada harga ishtisna’ yang tidak dibayar ketika diselesaikan. Ishtisna’ juga memiliki ciri yang sama dengan penjualan biasa karena harga biasa dibayar dengan kredit. Ciri ketiga akad ishtisna’ sama dengan ijarah karena tenaga kerja digunakan pada keduanya.

Istishna paralel : Jika Al-mustashni (pembeli akhir) mengizinkan alshani (pemasok) untuk meminta pihak ketiga (subkontraktor) untuk membuat al-mashnu atau jika pengeturan tersebut bisa diterima oleh kontrak istishna itu sendiri, maka al-shani bisa melakukan kontrak istishna kedua guna memenuhi kewajiban kontraknya kepada kontrak pertama. Kontrak kedua ini disebut istishna paralel

Kafalah : akad penjaminan yang diberikan oleh kaafil (penanggung/ bank) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makhful ‘anhu, ashil)

Kaafil : pihak yang memberikan jaminan untuk menanggung kewajiban puhak lkain dalam akad kafalah

Ma’jur : objek sewa dalam transaksi ijarah

Makful : penerima jaminan dalam akad kafalah

Muallaf : orang yang baru memeluk agama Islam

Mudharabah : perjanjian kerjasama untuk mencari keuntungan antara pemilik modal dengan pengusaha (pengelola dana). Perjanjian tersebut bisa saja terjadi antara deposan (investment account) sebagai penyedia dan dan bank syariah sebagai mudharib. Bank syariah menjelaskan keinginannya untuk menerima dana investasi dari sejumlah nasabah, pembagian keuntungan disetujui oleh kedua belah pihak sedangkan kerugian ditanggung oleh penyedia dana, asalkan tidak terjadi kesalahan atau pelanggaran syariah yang telah ditetapkan, atau tidak terjadi kelalaian di pihak bank syariah. Kontrak mudharabah dapat juga dilaksanakan antara bank syariah sebagai penyedia dana atas namanya sendiri atau khusus atas nama deposan, pengusaha, atau para pengrajin lainnya termasuk petani, pedagang, dan sebagainya. Mudharabah berbeda dengan spekulasi yang berunsur perjudian (gambling) dalam pembelian dan transaksi penjualan.

Mudharabah Mutlaqah : Investasi tidak terikat.

Mudharabah Muqayyadah : Investasi terikat.

Mudharib : Pengelola dana (modal) dalam akad mudharabah; dalam madzhab syafi’i disebut amil

Muqashah : potongan pembayaran

Murabahah : penjualan barang dengan margin keuntungan yang disepakati dan penjual memberitahukan biaya perolehan dari barang yang dijual tersebut. Penjualan murabahah ada dua jenis. Pertama, bank syariah membeli barang dan menyediakan barang untuk dijual tanpa janji sebelumnya dari pelanggan untuk membelinya. Kedua, bank syariah membeli barang yang sudah dipesan oleh seorang pelanggan dari pihak ketiga lalu kemudian menjual barang ini kepada pelanggan yang sama. Pada kasus terakhir, bank syariah membeli barang hanya setelah seorang pelanggan membuat janji untuk membayarnya kepada bank

Musta’jir : penyewa dalam transaksi ijarah

Mustahiq : penerima zakat, Al-Qur’an mengatur bahwa penerima zakat adalah yang disebut sebagai 8 (delapan) asnaf (golongan/ kelompok)

Musyarakah : bentuk kemitraan bank syariah dengan nasabahnya dimana masing-masing pihak manyumbangkan pada modal kemitraan dalam jumlah yang sama atau berbeda untuk menyelesaikan suatu projek atau bagian pada projek yang sudah ada. Masing-masing pihak menjadi pemegang saham modal dasar tetap atau menurun dan akan memperoleh bagian keuntungan sebagaimana mestinya. Akan tetapi kerugian dibagi bersama sesuai dengan proporsi modal yang disumbangkan. Tidak diperbolehkan menyatakan sebaliknya.

Musyarakah

permanen/tetap : musyarakah di mana bagian mitra dalam modal musyarakah tetap sepanjang jangka waktu yang ditetapkan dalam akad tersebut

Musyarakah

menurun : musyarakah dimana bank memberikan kepada pihak lainnya hak untuk membeli bagian sahamnya dalam musyarakah sehingga bagian bank menurun dan kepentingan saham mitra meningkat sampai menjadi pemilik tunggal dari keseluruhan modal.

Muwakil : pemberi kuasa/nasabah dalam transaksi wakalah

Muzakki : pembayar zakat

Nisab : batas ukuran minimal, jika harta dan perniagaan seseorang telah melebihi batas ini maka zakat terhadap harta dan perniagaan wajib dibayarkan

Nisbah : rasio atau perbandingan pembagian keuntungan (bagi hasil) antara shahibul maal dengan mudharib

Qardh (pinjaman): penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dengan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang meminjamkan dapat menerima imbalan namun tidak diperkenankan dipersyaratkan dalam perjanjian

Qardhul hasan : pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan peminjam menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian yang bukan merupakan kelalaiannya, maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman

Riba : pengambilan tambahan, baik dalam transaksi maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan ajaran Islam

Riqab : hamba sahaya

Salam : bai’ as-salam; jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran di muka dengan syarat-syarat tertentu

Salam paralel : dua transaksi bai’ as-salam antara bank dengan nasabah dan antara bank dengan pemasok atau pihak ketiga lainnya secara simultan

Shadaqah : pemberian sesuatu kepada orang lain dengan mengharap ridho Allah semata

Shahibul maal : pemilik dana

Sharf : akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi valuta asing pada bank syariah hanya dapat dilakukan untuk tujuan lindung nilai dan tidak diperkenankan untuk tujuan spekulatif

Taukil : tugas

Ta’zir : denda yang harus dibayar akibat penundaan pengembalian piutang, dana dari denda ini akan dikumpulkan sebagai dana sosial

Ujrah : imbalan

Urbun : jumlah yang dibayar oleh nasabah (pemesan) kepada penjual (yaitu pembeli mula-mula) pada saat pemesan membeli sebuah barang dari penjual. Jika nasabah atau pelanggan meneruskan penjualan dan pengambilan barang, maka urbun akan menjadi bagian dari harga.

Wadiah : titipan nasabah yang harus dijaga dan harus dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian barang tersebut

Wadiah yad-dhamanah : titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan, maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan

Wadiah

yad-amanah : titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan sampai barang titipan tersebut diambil oleh penitip

Wakalah : akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa

Wakil : penerima kuasa/bank

Zakat : secara harfiah, zakat berarti keberkahan, penyucian, peningkatan, dan suburnya perbuatan baik. Disebut zakat karena dia memberkahi kekayaan yang dizakatkan dan melindunginya. Di dalam syariah, zakat merupakan suatu kewajiban mengenai dana yang dibayarkan untuk tujuan khusus dan untuk kategori tertentu. Zakat merupakan jumlah tertentu yang telah ditentukan oleh Allah Yang Maha Kuasa untuk mereka yang berhak terhadap zakat sebagaimana telah ditentukan dalam Al-Qur’an. Kata zakat juga digunakan untuk menunjukkan jumlah yang dibayarkan dari dana-dana yang terkena kewajiban zakat.

Baca Selengkapnya..

Jenis-Jenis Bank

A. Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya

1. Bank Sentral

Menurut UU No.3 Tahun 2004, Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last resort.

Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia.

Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

a. Tujuan Bank Indonesia

Menurut UU RI No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, dijelaskan tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Untuk mencapai tujuan yang dimaksud Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

b. Tugas Bank Indonesia

Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:

(1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang:

(a) menetapkan sasaran moneter dengan memerhatikan sasaran laju inflasi;

(b) melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:

- operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing

- penetapan tingkat diskonto

- penetapan cadangan wajib minimun

- pengaturan kredit atau pembiayaan

Cara-cara pengendalian moneter dapat dilaksana-kan juga berdasarkan prinsip syariah.

Pelaksanaan ketentuan tersebut ditetapkan Peraturan Bank Indonesia.

(2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, bank Indonesia berwenang:

(a) melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran,

(b) mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya.

Pelaksanaan kewenangan di atas ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

(3) mengatur dan mengawasi bank

Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia.

2. Bank Umum

Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).

Bank umum mempunyai banyak kegiatan. Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang utama antara lain:

a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan;

b) memberikan kredit;

c) menerbitkan surat pengakuan utang;

d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri;

e) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga;

f) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; dan

g) melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

3. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.

BPR dalam melakukan kegiatannya tidak sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank konvensional (bank umum). Ada kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu:

a) menerima simpanan berupa giro,

b) mengikuti kliring,

c) melakukan kegiatan valuta asing,

d) melakukan kegiatan perasuransian.

Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini.

a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan deposito.

b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat.

c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.

b . Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya

Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing.

1. Bank Milik Pemerintah

Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.

2. Bank Milik Swasta Nasional

Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.

3. Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.

c. Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya

1. Bank Konvensional

Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman.

Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil.

Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.

Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan investasi. Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR. Kedua jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya.

2. Bank Syariah

Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.

Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.

Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.

Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.

Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.

Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.

Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.

a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).

c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).

d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).

e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.

Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.
Perbankan Syariah

Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada Bank Syariah mulai tahun 1992 . Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk kaffah yaitu menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam seperti larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi

Sebenarnya menurut agama lain pun ditemui larangan riba. Berikut beberapa uraian tentang bunga dan riba menurut sejarah dan beberapa agama.

I. Yunani

A. Plato: (427-347 SM)

- Bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat

- Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin

B. Aristoteles (384-322 SM)

- Fungsi uang adalah sebagai alat tukar bukan alat menghasilkan tambahan melalui bunga – “ ……istilah riba yang berarti lahirnya uang dari uang, diterapkan kepada pengembangbiakan uang karena analogi keturunan dan orang tua. Dibanding dengan semua cara mendapatkan uang, cara seperti ini adalah yang paling tidak alami” (Politics, 1258)

II. Yahudi

Kitab Eksodus ( Keluaran 22-25):

“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.”

III. Kristen

1. Lukas 6 : 34-35

“Dan janganlah kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? ……………. dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan……….“

2. Pandangan para pendeta dan sarjana kristen berbeda dengan Lukas

6: 34-35 dan pendapat mereka terbagi menjadi 3 periode, yaitu:

a. Pandangan Pendeta Awal (abad I-XII)

- Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan di awal.

- Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

- Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.

- Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.

b. Pandangan Para Sarjana Kristen (abad XII-XV)

- Bunga dibedakan menjadi interest dan usury.

- Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.

- Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung niat si pemberi utang.

c. Pandangan Para Reformis Kristen (abad XVI- tahun 1836)

- Dosa apabila bunga memberatkan.

- Uang dapat membiak (bertentangan dengan Aristoteles).

- Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.

- Jangan mengambil bunga dari orang miskin.

IV. Islam

Kitab Al-Qur’an melarang riba, antara lain:

a. Al-baqarah : 278-279

“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) …………..Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.”

b. Ali- Imran : 130

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”

c. An-nisaa : 130

“…………dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil…………….”

d. Ar-ruum : 39

“Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia bertambah pada harta manusia, maka pada sisi Allah itu tidak bertambah……..”

Selain dalam Al-Qur’an, larangan riba juga terdapat pada dalam hadits Rasulullah SAW. Dalam pandangan Islam, uang tidak menghasilkan bunga atau laba dan uang tidak dipandang sebagai komoditi.

Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam (Mesir: Mit Ghamar Bank, Islamic Development Bank, Faisal Islamic Bank, Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank dll) berpengaruh ke Indonesia. Diskusi ataupun Lokakarya diselenggarakan sampai akhirnya Tim Perbankan MUI menanda tangani Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991.

Perkembangan Bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU no 10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank syariah. UU tsb memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah/ unit usaha syariah (UUS) atau mengkonversi menjadi bank syariah

KEUNIKAN PERBANKAN SYARIAH

Fungsi dasar bank syariah secara umum sama dengan bank konvensional, sehingga prinsip umum pengaturan dan pengawasan bank berlaku pula pada bank syariah. Namun adanya sejumlah perbedaan cukup mendasar dalam operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan pengaturan dan pengawasan bagi Bank syariah

Perbedaan mendasar tersebut terutama:

b. Perlunya jaminan pemenuhan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitas bank.

c. Perbedaan karakteristik operasional khususnya akibat dari pelarangan bunga yang digantikan dengan skema PLS dengan instrumen nisbah bagi hasil.

Langkah penting untuk mengatasi masalah unik dari sistem bagi hasil misalnya : moral hazard (tindakan yang dilakukan oleh penerima amanat yang bertentangan dengan kesepakatan awal dalam menjalankan amanat yang diterimanya), asymmetric information (ketidakseimbangan informasi antara pemberi amanat dan yang diberi amanat, di mana pihak yang diberi amanat memiliki informasi yang lebih banyak ketimbang pihak yang memberi amanat), dll adalah dengan cara:

a. penerapan good governance (tata kelola yang baik)

b. ketentuan disclosure dan transparansi keuangan

c. pengembangan skema insentif yang optimal dll
Jenis Produk Bank Syariah

Jenis produk Bank Syariah akan tergantung pada fungsi pokok bank syariah. Fungsi pokok bank syariah dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat terdiri dari:

1. Fungsi Pengumpulan Dana (Funding)

2. Fungsi Penyaluran Dana (Financing)

3. Pelayanan Jasa (Service)

Dalam bank syariah produk-produk penghimpunan dana dapat diterapkan berdasarkan prinsip masing-masing, yaitu:

a. Wadiah yaitu akad titipan dimana barang yang dititipkan dapat diambil sewaktu-waktu. Pihak yang menerima titipan dapat meminta jasa untuk keamanan dan pemeliharaan.

b. Mudharabah yaitu akad usaha dimana salah satu pihak memberikan modal (Sahibul Mal), sedangkan pihak lainnya memberikan keahlian (Mudharib) dengan nisbah yang disepakati dan apabila terjadi kerugian , maka pemilik modal menanggung kerugian tersebut.

Mudharabah dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Mudharabah mutlaqah (investasinya tidak terikat).

b) Mudharabah muqayyadah: investasinya terikat (tertentu).

Selanjutnya di PSAK no 59 paragraf 8 dan 9 secara rinci dijelaskan pengertian dari kedua jenis Mudharabah ini.

08 Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya

09 Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan objek investasi.

Contoh batasan tersebut, misalnya:

a) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya

b) tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa jaminan c) mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga

Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penghimpunan dana (funding) terdiri dari:

1. Giro adalah

- simpanan yang dapat diambil sewaktu-waktu atau berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan cek atau kartu ATM sebagai media/alat penarikan.

- dapat dibuka oleh perorangan atau perusahaan.

- Cek dapat berbentuk tunai atau melalui rekening (account payable).

Sesuai dengan penjelasan tentang 2 akad diatas, maka giro menggunakan akad Wadiah.

2. Simpanan/tabungan:

- simpanan yang dapat diambil berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan buku/kartu tabungan atau kartu ATM sebagai alat penarikan.

- Buku tabungan merupakan bukti pemilikan dari pemegang rekening.

- Terdapat aturan tentang setoran pertama dan saldo minimal.

Kedua jenis akad di atas dapat dipakai dalam simpanan. Jadi jenis simpanan menurut akadnya dibagi menjadi:

- Simpanan Wadiah dan

- Simpanan Mudharabah

3. Deposito

- simpanan untuk jangka waktu tertentu yang dapat diambil setelah jangka waktu tertentu.

- menggunakan bilyet sebagai tanda bukti simpanan.

- mendapatkan bagi hasil yang dibayarkan tiap akhir bulan.

Akad yang dapat dipakai dalam Deposito adalah Mudharabah.

Catatan:

*) Bila akad yang dipakai adalah Mudharabah muqayyadah, maka:

- nasabah meminta Bank untuk menyalurkan dananya kepada projek atau nasabah tertentu.

- Atas tugas ini bank dapat memperoleh fee atau porsi keuntungan.

- Keuntungan yang diperoleh dari penyaluran dana ini dibagi antara nasabah sebagai pemilik modal (Sahibul Mal) dan pelaksana projek sebagai mudharib (orang yang memberikan keahlian)

- Pola seperti ini dalam dunia perbankan disebut chanelling bukan executing

Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penyaluran dana (financing) dibagi menjadi 3 kategori besar:

1. Jual-beli

2. Bagi Hasil/Untung

3. Sewa

1. Jual-beli

Produk jual-beli dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Murabahah

b. Salam dan salam parallel

c. Istishna dan istishna paralel

Penjelasan dari masing-masing produk disajikan berikut ini:

a. Murabahah

- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli dimana Bank bertindak selaku penjual dan nasabah selaku pembeli

- Harga beli diketahui bersama dan tingkat keuntungan untuk Bank disepakati dimuka

- Dalam fiqih klasik murabahah dilakukan secara tunai, dalam praktik perbankan nasabah dapat membayar secara angsuran dan untuk antisipasi kemacetan, Bank dapat meminta jaminan

- Dalam fiqih klasik, penjual membeli barang langsung dari penjual pertama. Dalam perbankan syariah barang dapat dikirim langsung kepada nasabah atau nasabah membeli sendiri selaku wakil Bank dalam membeli

- Bank dapat meminta uang muka dari nasabah untuk pembelian barang tersebut secara murabahah

- Bila nasabah membayar tepat waktu atau melunasi sebelum jatuh tempo, nasabah dapat meminta keringanan (diskon) bila Bank menyetujui b. Salam dan salam paralel

- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran dilakukan dimuka dengan syaratsyarat tertentu

- dalam pembiayaan ini bank bertindak selaku pembeli sedangkan nasabah bertindak selaku penjual. Uang pembelian diberikan dimuka kepada nasabah

- Karena barang akan dikirimkan kemudian, maka nasabah selaku penjual berhutang kepada bank

- Biasanya diterapkan untuk pembiayaan produk pertanian atau produk-produk yang terstandarisasi

- Bank hanya mendapat keuntungan apabila komoditi yang dikirim oleh nasabah dijual dengan harga yang lebih tinggi

- Bank dapat menjual barang tersebut sebelum jatuh tempo kepada pihak lain dengan cara yang sama (salam), tapi tidak boleh dikaitkan dengan salam yang pertama. Bila hal ini yang terjadi maka salamnya adalah Salam paralel

- Apabila dijual kembali kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dikhawatirkan terkena riba

- Apabila nasabah gagal (wan prestasi, default) dalam menyerahkan barang yang dipesan, maka kewajiban terhadap bank tidak berubah. Penyerahan barang harus tetap dilakukan walaupun harus ditunda karena kegagalan

- Jika bank setuju, modal bank dikembalikan senilai ketika pertama kali diberikan

c. Istishna dan istishna parallel

- hampir sama dengan salam tetapi berbeda pada objek yang dibiayai dan cara pembayarannya

- Pada Salam objek yang dibiayai sudah terstandarisasi, sedangkan pada istishna objek yang dibiayai bersifat customized (harus dibuat terlebih dahulu)

- Pada Salam pembayaran oleh bank dibayar dimuka sekaligus, sedangkan pada istishna pembayaran oleh bank dapat dicicil/bertahap 2. Bagi Hasil/Untung

Produk Bagi Hasil/Untung dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:

a) Mudharabah

b) Musyarakah

c) Rahn

a) Mudharabah

- dalam pembiayaan Mudharabah , bank bertindak sebagai pemilik dana (sahibul mal) dan nasabah sebagai pengelola usaha (mudharib)

- dalam fiqih klasik yang dibagikan adalah keuntungan (pendapatan dikurangi biaya), tetapi dalam praktik yang dibagikan adalah Revenue karena sulit untuk menemukan kesepakatan tentang biaya-biaya yang dikeluarkan nasabah

- Nisbah bagi hasil disepakati di muka termasuk bila terjadi kerugian

- dalam fiqih klasik, Mudharabah adalah akad yang modal dikembalikan ketika usaha berakhir. Dalam sebagian praktik perbankan syariah, modal yang digunakan nasabah dicicil untuk memudahkan pengembalian ketika Mudharabah berakhir

- dalam fiqih klasik, ketika usaha menemui kegagalan semua aset yang tersisa dijual dan dikembalikan kepada sahibul mal (Bank).

Dalam perbankan syariah nasabah selaku mudharib (pengelola usaha) masih diberi kesempatan untuk melanjutkan/memperbaiki usaha dengan penambahan modal dari bank b) Musyarakah

- dalam Musyarakah, bank dan nasabah bertindak selaku syarik (partner) yang masing-masing memberikan dana untuk usaha

- pembagian keuntungan menurut kesepakatan dan apabila rugi dibagi menurut porsi modal masing-masing (proporsional)

- selaku syarik, bank berhak ikut serta dalam manajemen sesuai kaidah musyarakah c) Rahn (gadai)

- adalah penyerahan jaminan untuk mendapat pinjaman

- Rahn dalam syariah dapat berbentuk:

- Fiducia: penyerahan barang, tetapi hanya dokumen yang ditahan. Barangnya masih dapat digunakan oleh pemilik

- Gadai : penyerahan barang secara fisik sehingga pemilik tidak dapat menggunakan lagi.

3. Sewa (Ijarah)

- Bila pembiayaan berdasarkan akad Ijarah maka Bank berlaku sebagai pemberi sewa (mu’jir) dan nasabah selaku penyewa (musta’jir)

- Pada fiqih klasik, bank (pemberi sewa), bank harus memiliki barang sebelum menyewakan kepada nasabah (penyewa)

- Pada umumnya Bank tidak memiliki barang, tetapi menyewa dari pihak lain, kemudian menyewakan lagi kepada nasabah dengan nilai sewa yang lebih tinggi selama tidak ada kaitan antara akad sewa pertama dengan sewa kedua

- Ijarah dalam bank syariah bisa disamakan dengan operating lease, bukan financial lease atau capital lease (lihat bahasan sewa guna usaha/leasing). Jadi bank bertanggung jawab atas pemeliharaan aset yang disewa

- Bila bank memiliki objek yang disewakan, maka bank dapat memberi Opsi bagi nasabah untuk memiliki objek yang disewanya. Ijarah jenis ini dinamakan Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik atau Ijarah wal Iqtina. Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik memakai 2 akad yaitu akad sewa dan janji (opsi) kepemilikan. Kepemilikan bisa dilakukan kalau masa sewa telah berakhir. Hal ini hampir sama dengan capital lease.
Jasa Perbankan

adalah pelayanan Bank terhadap nasabah dengan tidak menggunakan modal tunai. Atas jasa yang diberikan, bank akan menerima imbalan (fee).

Jenis Produk Bank bila dilihat dari fungsi pelayanan jasa (service) terdiri dari:

a. Transfer (pengiriman uang)

b. Inkaso (pencairan cek)

c. Valas (penukaran mata uang asing)

d. L/C (Lettter of Credit)

e. Letter of Guarantee dll

Bank syariah menggunakan akad dalam penetapan produknya.

Akad yang dipakai sebagai dasar dalam jasa perbankan syariah:

1. Wakalah (Perwakilan)

Produk yang memakai akad ini: Transfer, Inkaso, Debit Card, L/C

2. Kafalah (Penjaminan)

Produk yang memakai akad ini: Bank Guarantee, L/C, Charge Card

3. Hawalah (Pengalihan Piutang)

Produk yang memakai akad ini:Bill Discounting, Post Dated Check (cek mundur), anjak piutang

4. Sarf (Pertukaran mata uang)

Produk yang memakai akad ini: Jual beli Valuta Asing

Dalam perbankan syariah, jasa perbankan menggunakan dana/fasilitas bank sendiri, oleh karena itu pendapatan yang diperoleh dari penjualan jasa ini harus disendirikan atau tidak ikut dibagikan kepada pemilik simpanan.

Untuk mempermudah transaksi antar Bank dan antara Bank dengan Bank Indonesia seperti perbankan konvensional, , maka Bank syariah juga menggunakan produk Interbank.
Jenis Produk Interbank

a. Sertifikat Mudharabah antar Bank adalah instrumen pasar uang antar bank yang hanya dapat dijual satu kali kepada bank lain dengan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan

b. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah instrumen Bank Indonesia untuk menyerap kelebihan likuiditas dalam perbankan

c. Fasilitas pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) adalah fasilitas Bank Indonesia bagi perbankan syariah untuk menutupi selisih posisi (mismatch)

Baca Selengkapnya..

Bank Indonesia (BI)

Bank Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Untuk periode 2008-2013, Boediono menjabat posisi sebagai Gubernur BI.
Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Sebagai Lembaga Negara yang Independen

Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut.

Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

Sebagai Badan Hukum

Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia

Tujuan Tunggal

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.

Tiga Pilar Utama

Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Pengaturan dan Pengawasan Bank

Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.

Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.

Upaya Restrukturisasi Perbankan

Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.

Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.
Sistem Pembayaran

Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.

BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).

Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.

Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.

Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.

Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.

Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.

Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.

Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.

Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
Dewan Gubernur BI

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur

Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.
Pengambilan Keputusan

Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
Para Gubernur Bank Indonesia

Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:

* 2009-sekarang Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
* 2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
* 2008-2009 Boediono
* 2003-2008 Burhanuddin Abdullah
* 1998-2003 Syahril Sabirin
* 1993-1998 Sudrajad Djiwandono
* 1988-1993 Adrianus Mooy
* 1983-1988 Arifin Siregar
* 1973-1983 Rachmat Saleh
* 1966-1973 Radius Prawiro
* 1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
* 1960-1963 Mr. Soemarno
* 1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
* 1958-1959 Mr. Loekman Hakim
* 1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara

Sertifikat Bank Indonesia

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga.

SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.

Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme “BI rate” (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
Baca Selengkapnya..

Sabtu, 12 Februari 2011

OBLIGASI NEGARA RITEL (ORI) SERI ORI006

Obligasi Negara Ritel (ORI) adalah Obligasi Negara yang diterbitkan Pemerintah Indonesia untuk dijual kepada individu atau perorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual (IndoPremier) di pasar perdana.

Salah satu agen penjual adalah IndoPremier yang melayani pembelian dan penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) di pasar perdana secara online melalui situs www.ipotindonesia.com dan melalui Kantor Pusat dan 6 (enam) Kantor Cabang yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Di pasar sekunder, IndoPremier siap berperan sebagai Agen Penjual yang pertama dan satu-satunya dalam memberikan fasilitas transaksi online trading untuk ORI.

Manfaat Atau Keuntungan Investasi Pada ORI

1. AMAN, pembayaran kupon dan pokok sampai dengan jatuh tempo dijamin oleh Negara Republik Indonesia.

2. MENGUNTUNGKAN, kupon lebih tinggi dari suku bunga deposito (saat penawaran di pasar perdana) dan potensi capital gain di perdagangan pasar sekunder.

3. FIXED, kupon tetap dan dibayarkan setiap bulan.

4. RINGAN, investasi minimal Rp5 juta dan kelipatannya.

5. LIKUID, dapat diperdagangkan di pasar sekunder, dan dapat dijadikan sebagai agunan atau digadaikan kepada pihak lain.

6. DIVERSIFIKASI, memudahkan investor mendiversifikasi portofolio serta optimalisasi Manajemen Risiko.

7. MUDAH, prosedur pembelian dan penjualan yang mudah dan transparan di pasar Sekunder (melalui mekanisme bursa ataupun diluar bursa dan tercatat di Bursa Efek Indonesia).

8. RITEL, dijual untuk perorangan WNI.

9. PARTISIPASI, masyarakat berperan aktif secara langsung dalam pembiayaan pembangunan nasional.



Pasar Perdana

* Penjualan ORI secara online, Indo Premier memasarkan ORI di pasar perdana secara online melalui situs www.ipotindonesia.com, selain melayani penjualan melalui kantor pusat dan 6 (enam) kantor cabang yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia.

* Aman, setiap nasabah akan dibukakan sub-rekening di KSEI.

* Bebas biaya pembukaan rekening surat berharga.

* Bebas biaya penyimpanan sampai dengan jatuh tempo, untuk nasabah Indo Premier Online Trading (IPOT).

* Bebas biaya transfer untuk pembayaran kupon dan pokok, bagi nasabah dengan rekening di Bank BCA dan Bank Mandiri.

* Mudah, Pembayaran dapat dilaksanakan secara debit/kredit dari rekening nasabah yang sudah ada di Indo Premier

* Transparansi, kemudahan akses informasi dan laporan riset yang aktual, tajam dan terpercaya melalui IPOT, website, call center maupun Galeri IPOT.

Pasar Sekunder

* Mudah dan praktis bertransaksi ORI secara online, Indo Premier merupakan agen penjual yang pertama dan satu-satunya memberikan fasilitas online trading ORI di pasar sekunder, melalui sistem Indo Premier Online Trading (IPOT), selain juga melayani trading ORI melalui broker Fixed Income kami, baik melalui mekanisme bursa dan di luar bursa.

* Real Time Information secara cepat, aktual dan terpercaya, yang dapat diakses melalui broker Fixed Income kami maupun sistem IPOT, berupa informasi harga bid/ offer obligasi, laporan konfirmasi jual/ beli, laporan bulanan nasabah, dan perkembangan terbaru pasar obligasi.

* Trading fee yang kompetitif, baik untuk transaksi melalui broker Fixed Income kami maupun melalui IPOT.

* Bebas biaya administrasi untuk surat konfirmasi beli/ jual maupun laporan bulanan nasabah.

Risiko Investasi Pada ORI

* Risiko gagal bayar (default risk). Pada prinsipnya investasi pada ORI tidak memiliki risiko gagal bayar, karena Pemerintah berdasarkan Undang-Undang APBN setiap tahunnya menjamin pembayaran kupon dan pokok SUN, termasuk ORI sampai dengan jatuh temponya.

* Risiko Pasar (market risk) adalah potensi kerugian apabila investor menjual ORI di pasar sekunder sebelum jatuh tempo pada harga jual yang lebih rendah dari harga belinya. Untuk menghindari risiko tersebut, sebaiknya ORI tidak dijual sampai dengan jatuh tempo. Atau hanya melepas ORI hanya pada saat harga jualnya lebih tinggi dibanding harga pada saat membeli.

* Risiko Likuiditas (liquidity risk) adalah potensi kerugian apabila sebelum jatuh tempo pemilik ORI yang memerlukan dana tunai mengalami kesulitan dalam menjual ORI di pasar sekunder pada tingkat harga yang wajar. Risiko tersebut sangat kecil pada Investasi pada ORI, karena ORI dapat dijadikan jaminan atau digadaikan kepada pihak lain.

Prosedur Investasi ORI di Pasar Perdana

* Investor adalah individu atau perseorangan WNI yang dibuktikan dengan KTP.

* Pemesanan minimal Rp5 juta dan kelipatannya s/d maksimal Rp3 miliar.

* Memiliki rekening dana di bank nasional dan rekening efek di IndoPremier (partisipan sub-registry)

* Mengisi Formulir Pemesanan dari IndoPremier.

* Menyetor dana ke rekening bank khusus ORI milik IndoPremier:
Bank : Bank Mandiri - Cabang Bursa Efek Jakarta
No. rekening : 104.000.4102583
Atas Nama : PT Indo Premier Securities
dan menyampaikan bukti setor dana, yang disertai remarks Nama dan No. KTP Pemesan kepada IndoPremier sesuai jumlah pemesanan.

* IndoPremier akan mengumumkan perolehan hasil penjatahan pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

* Menerima bukti kepemilikan surat berharga dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

* Menerima pengembalian sisa dana dalam hal jumlah pemesanan tidak seluruhnya dimenangkan.

Mekanisme Pembayaran Kupon dan Pokok

* Pemerintah melalui Bank Indonesia mentransfer dana tunai sebesar jumlah pembayaran kupon dan/atau pokok ORI ke sub-registry/ KSEI.

* Selanjutnya sub-registry/ KSEI mentransfer dana tunai kepada partisipan sub-registry (IndoPremier).

* IndoPremier mendistribusikan dana tersebut ke rekening dana investor pada tanggal jatuh tempo pembayaran kupon dan/atau pokok ORI.

* Pihak yang berhak atas kupon dan/atau pokok ORI adalah pihak yang tercatat sebagai pemegang ORI pada sub-registry 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal pembayaran kupon dan/atau pokok ORI.

Ilustrasi Perhitungan Hasil Investasi

* Investor A membeli ORI di Pasar Perdana sebesar Rp.10.000.000,- dengan kupon 9,35%/tahun dan tidak dijual sampai jatuh tempo; maka hasil yang diperoleh adalah :
1. Kupon = 9,35% x Rp. 10.000.000,- x 1/12
= Rp. 77.917,- setiap bulan s/d jatuh tempo
2. Pokok pada saat jatuh tempo sebesar Rp. 10.000.000,-

* Investor B membeli ORI di Pasar Perdana sebesar Rp. 10.000.000,- dengan kupon 9,35%/tahun dan dijual di Pasar Sekunder dengan harga 105%; maka hasil yang diperoleh adalah :
1. Kupon = 9,35% x Rp. 10.000.000,- x 1/12
= Rp. 77.917,- setiap bulan s/d saat dijual
2. Capital Gain = Rp. 10.000.000,- x (105-100)%
= Rp. 500.000,-
Dengan adanya Capital Gain, maka Pokok yang diterima saat dijual adalah Rp 10.500.000,-

* Investor C membeli ORI di Pasar Perdana sebesar Rp. 10.000.000,- dengan kupon 9,35%/tahun dan dijual di Pasar Sekunder dengan harga 95%; maka hasil yang diperoleh adalah :
1. Kupon = 9,35% x Rp. 10.000.000,- x 1/12
= Rp. 77.917,- setiap bulan s/d saat dijual
2. Capital Gain = Rp. 10.000.000,- x (95-100)%
= - Rp. 500.000,-
Dengan adanya Capital loss,Pokok yang diterima saat dijual adalah Rp. 9.500.000,-

Catatan : Perhitungan diatas belum memperhitungkan pembayaran pajak fiskal atas kupon dan capital gain sebesar 15% , serta biaya transaksi di Pasar Sekunder.

Ringkasan Produk
Penerbit : Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia
Seri : ORI 006
Nilai Nominal : Rp 1 juta per unit
Tenor : 3 tahun
Tanggal Penawaran : 24 Juli - 7 Agustus 2009
Tanggal Penjatahan : 10 Agustus 2009
Tanggal Setelmen : 12 Agustus 2009
Tgl Pencatatan Bursa : 13 Agustus 2009
Tanggal Jatuh Tempo : 15 Agustus 2012
Minimum Pemesanan : Rp 5 juta dan kelipatannya
Maksimum Pemesanan : Rp 3 miliar
Satuan Perdagangan : Rp 5 juta
Kupon : 9,35% per tahun
Pembayaran Kupon : Setiap bulan pada tanggal 15
Kustodian/Sub Registry : PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
Agen Penjual : PT Indo Premier Securities (IndoPremier)
Pembyrn Kupon & Pokok : Bank Indonesia
Buyback : Pemerintah dapat membeli ORI sebelum Jatuh Tempo
Perdagangan : Dapat diperdagangkan pada bursa dimana ORI didaftarkan

DISCLAIMER

Keterangan ini hanya sebagai sarana informasi mengenai Obligasi Negara Ritel (ORI) dan tidak dimaksudkan sebagai penawaran resmi untuk membeli.

Pelajari terlebih dahulu seluruh informasi mengenai penawaran Obligasi Negara Ritel (ORI) secara seksama sebelum Anda melakukan investasi.

Keputusan untuk membeli Obligasi Negara Ritel (ORI) ini hendaknya disesuaikan kebutuhan investasi dan tingkat preferensi Anda terhadap risiko investasi.
Baca Selengkapnya..

Selasa, 08 Februari 2011

Redenominasi & Sanering serta dampaknya

Pengertian redenominasi merupakan mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1 untuk menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih kecil. Dengan penyederhanaan itu maka hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang dan proses ini tidak merubah daya beli masyarakat.

Pengertian Sanering berbeda dengan redenominasi, senering merupakan proses pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang tetapi halyang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang maka proses ini akan menurunkan daya beli masyarakat.

Dampak positif dan pengaruhnya bagi masyarakat pada proses redenominasi disebutkan tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama sedangkan pada sanering, menimbulkan kerugian karena daya beli turun drastis.

Tujuan redenominasi adalah menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi ini didsarkan pada fakta bahwa pecahan terbesar Indonesia Rp.100.000 ini teritung terbesar ke 2 di Asia.Tujuan redenominasi berikutnya kedepan indonesia memperoleh kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional sedengkan tujuan Sanering adalah mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).

Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah jadi hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang dirubah dan disesuaikan, ini berbeda dengan sanering dimana nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena pemotongan nilai barang.

Syarat redenominasi dapat dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil, Ekonomi tumbuh seerta inflasi terkendali. Sanering dilakukan pada saat terjadi inflasi sangat tinggi dan kondisi makro ekonomi tidak sehat. Proses implementasi Redenominasi disebutkan cukup panjang sampai 10 tahun dan harus dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, tujuanya tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.

Contoh penerapan redenominasi untuk harga 1 liter bensin saat ini seharga Rp 4.500 per liter jika dilakukan redenominasi tiga digit (tiga angka nol), maka nominal yang harus dibayarkan adalah Rp 4,5 untuk 1 l bensin ini terjadi karena harga 1 liter bensin juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang sama (baru) sedangkan pada sanering, apabila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli 1/1000 atau 0,001 liter bensin, semoga membantu posting tentang Pengertian redenominasi atau penyerdahanaan rupiah serta dampak positif dan dampak negatifnya .

Baca Selengkapnya..

Redenominasi

Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah. Dengan kata lain, harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat mempengaruhi transaksi harian karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar.

Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah inflasi, rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan sepuluh, seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai "penghilangan nol"

Redenominasi bisa juga disamakan dengan menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.

Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama, sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Selain itu redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional, sementara sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).

Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan, sedangkan pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. Redenominasi juga biasanya dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali, sedangkan sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).

Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat, sementara sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.

Baca Selengkapnya..