Selamat Datang di Situs Ilmu Perbankan

Apabila anda ingin membagikan ilmu pengetahuan perbankan secara gratis dalam bentuk tulisan dan buku online, dipersilahkan mengisi form pada kolom "Pendaftaran Penulis Ilmuperbankan" untuk dapat mengirimkan tulisan mengenai seputar ilmu perbankan via email dan tentunya akan kami review dahulu tulisan anda untuk kemudian akan kami terbitkan dalam situs ini, ataupun bagi sahabat yang mau kami bagikan buku gratis secara online melalui email dapat mendaftarkan diri dengan cara mengisi nama lengkap dan alamat email anda pada kolom "Gratis Buku Online", dan secara teratur akan kami kirimkan buku online secara gratis kepada para sahabat semua yang telah mendaftarkan nama dan alamatnya, terimakasih

Google Search

Rabu, 10 Maret 2010

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PADA KOPERASI UNIT DESA DI KABUPATEN PEKALONGAN

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian menyebutkan bahwa koperasi Indonesia adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Untuk itu koperasi perlu dibina secara profesional baik dalam bidang organisasi maupun dalam bidang mental dan usaha. Prediksi akan keberlanjutan usaha sangat penting bagi manajemen untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebangkrutan, karena kebangkrutan menyangkut terjadinya biaya-biaya, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Kebangkrutan suatu badan usaha bisa diprediksi dan diketahui dengan menggunakan formula yang ditentukan oleh Altman.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah KUD di Kabupaten Pekalongan yang tercatat pada Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Pekalongan sebanyak 13 koperasi, tekhnik pengambilan sampel dengan menggunakan sampel sensus sehingga seluruh anggota populasi dalam penelitian ini dijadikan objek atau sampel peneliian.
Hasil penelitian menunjukan model analisis diskriminan unstandardized coficient sebagai berikut: Secara keseluruhan Rasio working capital to total asset, retained earnings to total asset, earnings before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of debt, sales to total asset tidak signifikan mempengaruhi keberlanjutan usaha KUD di Kabupaten Pekalongan.

Berdasarkan Hasil penelitian simpulan yang dapat ditarik yaitu variabel working capital to total asset, earnings before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of debt, sales to total asset tidak dapat digunakan dalam memprediksi keberlanjutan usaha Koperasi Unit Desa di Kabupaten Pekalongan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan dalam teori kebangkrutan Z-score model Altman tidak dapat digunakan untuk memprediksikan kebangkrutan Koperasi Unit Desa di Kabupaten Pekalongan. Penelitian dihadapkan pada keterbatasan yaitu kesalahan peneliti dalam menginterpretasikan laporan keuangan koperasi. Saran yang dapat diberikan bagi semua pihak yang hendak memprediksi keberlanjutan usaha pada KUD tidak perlu menggunakan teori kebangkrutan Z-score model altman. Jika hendak memprediksikan kebangkrutan, maka sebaiknya menggunakan model kebangkrutan yang lain yang lebih tepat.

Bangsa Indonesia mempunyai tiga sektor kekuatan ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha dalam tata kehidupan perekonomian. Ketiga sektor tersebut adalah sektor Negara, swasta dan koperasi. Untuk mencapai kedudukan ekonomi yang kuat dan mencapai masyarakat yang adil dan makmur, maka ketiga sektor kekuatan ekonomi itu harus saling berhubungan dan bekerjasama secara baik dan teratur. Lebih lanjut dalam pasal 33 UUD 1945 dijelaskan bahwa produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran rakyatlah yang diutamakan bukan kemakmuran perseorangan. Oleh karena itu perekonomian disusun atas asas kekeluargaan, perusahaan/badan usaha yang sesuai dengan itu adalah koperasi.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian menyebutkan bahwa koperasi Indonesia adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa koperasi adalah badan hukum yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Jadi pada dasarnya koperasi merupakan salah satu badan usaha yang sekaligus merupakan pranata ekonomi Indonesia umumnya didirikan dengan harapan dapat mengatasi persoalan anggotanya. Untuk itu koperasi perlu dibina secara profesional baik dalam bidang organisasi maupun dalam bidang mental dan usaha.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, koperasi tidak hanya dituntut untuk meningkatkan profitabilitas dan kesejahteraan anggotanya tetapi juga harus mampu menjaga keberlangsungan usahanya (survive) atau dapat bertahan dalam persaingan. Tujuan keberlanjutan usaha dapat diartikan sebagai maksimasi dari nilai koperasi, yang merupakan nilai sekarang dari koperasi itu terhadap prospek masa depanya.
Prediksi akan keberlanjutan usaha sangat penting bagi manajemen untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebangkrutan, karena kebangkrutan menyangkut terjadinya biaya-biaya, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Kebangkrutan menurut Adnan (2000:137) diartikan sebagai kegagalan perusahaan untuk menghasilkan laba. Fenomena sebuah kebangkrutan adalah sebuah fakta yang harus dihadapi meskipun dalam dunia usaha akan berlaku prinsip going concern. Prinsip going concern menganggap bahwa perusahaan akan terus beroperasi sepanjang penyelesaiaan proyek, perjanjian dan kegiatan yang sedang berlangsung.
Penyebab kebangkrutan pada umumnya disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor umum, faktor eksternal, dan faktor internal. Faktor umum antara lain gejala inflasi dan kurs, tekhnologi dan kebijakan pemerintah. Faktor-faktor eksternal antara lain perubahan dalam keinginan pelanggan untuk produk yang dihasilkan, kesulitan bahan baku untuk produksi, hubungan yang tidak harmonis dengan kreditur yang dapat menghambat penambahan modal, persaingan dunia bisnis yang semakin ketat, serta kondisi perekonomian secara global yang harus selalu diantisipasi dengan baik oleh perusahaan. Adapun faktor-faktor internal meliputi manajemen yang tidak efisien, ketidakseimbangan dalam modal, penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan yang dapat mengakibatkan kebangkrutan usaha, apabila secepatnya diatasi (Jauch dan Glueck dalam Adnan, 2000:139-142).
Kebangkrutan suatu badan usaha bisa diprediksi dan diketahui dengan menggunakan formula yang ditentukan oleh Altman. Altman menemukan lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan. Kelima rasio tersebut adalah: cash flow to total debt, net income to total assets, total debt to total assets, working capital to total assets, and current ratio. Altman juga menemukan bahwa rasio-rasio tertentu, terutama liquiditas dan leverage, memberikan sumbangan terbesar dalam rangka mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan. Model Altman ini disebut dengan Z-Score, yaitu skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan (Adnan, 2000:134-136). Dengan menggunakan Z-score akan didapat rasio-rasio yang nantinya akan dimasukkan dalam perhitungan Z-score, sehingga akan diketahui rasio keuangan perusahaan tersebut berada pada posisi mana. Teori ini mengatakan bahwa potensi kebangkrutan dan tingkat kesehatan keuangan yang dimiliki perusahaan bisa diprediksi sebelum perusahaan dinyatakan bangkrut dan bisa diketahui dengan menganalisis tingkat kesehatan keuangan perusahaan tersebut.
Prediksi keberlanjutan usaha tidak hanya dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan besar, perusahaan menengah, kecil dan koperasi juga perlu diprediksi keberlanjutan usahanya. Kelemahan koperasi pada umumnya adalah dari masalah premanisme hingga kesulitan mendapatkan bantuan kredit dari perbankan. Parahnya, meskipun terbukti bertahan dan terus eksis, UMKM dan koperasi juga tak serta-merta bisa mendapatkan kucuran kredit dari perbankan untuk menambah modal kerja. Padahal di saat produknya banyak diminati konsumen, sehingga penjualannya meningkat, UMKM membutuhkan bantuan sejumlah dana untuk pengembangan usaha (Andrian Novery, 2006). Serta munculnya pesaing-pesaing dari sektor swasta yang notabene memiliki kemampuan manajemen dan permodalan yang lebih baik. Hal inilah yang kemudian membuat keberadaan koperasi rawan mengalami kebangkrutan.
Pekalongan tidak bisa terpisah dari koperasi, gabungan koperasi batik lahir disana, koperasi simpan pinjam yang berkembang disana, sering dijadikan contoh. Banyak tokoh-tokoh kita yang menggeluti masalah koperasi, seperti Prof Sri Edi Swasono, Adi Sasono, Prof Thoby Mutis, Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali dan yang lainnya, tetapi apakah mereka sudah sepakat kemana koperasi ini akan dibawa. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa koperasi dan UKM adalah pilar ekonomi rakyat. Sekarang ini jumlah UKM sekitar 44,69 juta unit, sedangkan koperasi 133 ribu dengan 28 juta anggota. Tentu diantara koperasi tersebut ada juga koperasi konsumen. Kalau koperasi ingin jadi pilar yang sama kuat dengan UKM, terutama bagi koperasi produsen, pekerjaan berat menghadang para tokoh koperasi (Pos Kota. 2006).
Kemelutnya iklim perekonomian yang berlarut-larut sedemikian akut selama ini, sangatlah dirasakan dampak negatifnya dikalangan gerakan koperasi, dan yang paling banyak mengalami degradasi yang demikian adalah KUD. Hal ini, rupanya bukan saja disebabkan oleh kemelutnya iklim perekonomian. Melainkan juga dikarenakan oleh pemberlakuan kebijakan pemerintah di awal reformasi presiden Gus Dur, yakni kebijakan yang berupa pencabutan fasilitas penyaluran sembilan bahan kebutuhan pokok sehari-hari. yang selama ini sudah hampir menyerupai misi khusus bagi KUD. Alasan pencabutan fasilitas tersebut adalah didasarkan atas pertimbangan untuk memotivasi KUD agar lebih memiliki kemandirian, mampu berusaha sekaligus mampu terjun kedalam persaingan usaha seperti halnya swasta yang lain, tanpa disuapi fasilitas secara terus-menerus. Apapun alasannya, dengan pencabutan fasilitas penyaluran sembilan bahan pokok tersebut membuat banyak KUD yang kalang kabut.
Diluar dugaan, di era reformasi, di saat-saat hampir seluruh sektor usaha dan sejumlah segmen ekonomi sedang stagnan lantaran dihantam oleh badai krisis moneter, sehingga banyak usaha swasta yang besar dan berskala nasional menjadi porak-poranda karenanya, KUD yang lagi berbenah diri lantaran terkena imbas krismon pula itu, tiba-tiba pun dipangkas fasilitasnya oleh pemerintah. Dan tak pelak lagi bagi KUD-KUD yang tidak memiliki akses bisnis lainnya, lantaran serba dalam keterbatasan khususnya keterbatasan modal kerja terpaksa mati suri, atau melakukan amalgamasi. Di Jawa Timur misalnya dari 700 unit KUD, setelah sejumlah ratusan unit diantaranya melakukan amalgamasi, kini menjelma menjadi 400 unit, namun yang benar-benar aktif mesti tidak seluruhnya solid. Sudah barang tentu, yang 300 unit itu tidak semuanya beramalgamasi, tetapi ada beberapa diantaranya yang membiarkan diri non aktif, alias sedang menjalani proses mati suri. Begitu pula yang terjadi di Jawa Barat jumlah KUD di Propinsi ini yang semula 725 unit, belakangan pun setelah melalui proses penggabungan dari 325 unit KUD yang non aktif, tak urung menjelma menjadi 400 unit, yang benar-benar aktif. Di Jawa Tengah, Keadannya cenderung kurang menggembirakan ketimbang dikedua propinsi tersebut, kecuali KUD-KUD perikanannya yang justru lebih maju dan cukup menggembirakan. Dan KUD di luar Jawa, rupanya cenderung lebih memprihatinkan lagi keadaannya ketimbang di Jawa (N.A. Winu Wardana: Koperasi Membangun, google.com).
Sekitar separuh dari jumlah koperasi di Kabupaten Pekalongan dalam kondisi ibarat hidup segan mati pun tak mau. Hal itu disampaikan oleh Kasi Fasilitas Simpan Pinjam Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Kabupaten Pekalongan, Sumaryono, Dia menyebutkan, jumlah koperasi di Kota Santri sampai saat ini 320 unit. Sebanyak 50% di antaranya dalam keadaan mati suri yaitu sebanyak 160 unit. Koperasi tersebut rata-rata koperasi petani. Menurut dia, kondisi itu terutama terjadi karena pengelolaan yang kurang baik (Suara Merdeka. 2007).
Permasalahan-permasalahan tersebut memicu adanya kemacetan dalam keberlanjutan usaha pada Koperai Unit Desa di Pekalongan dan selanjutnya berdampak buruk pada kondisi keuangan koperasi yang dapat mengakibatkan kebangkrutan. Dari permasalahan tersebut apakah koperasi mampu bertahan dengan kondisi yang seperti itu. Motivasi yang menggugah peneliti dalam melakukan penelitian ini yaitu belum banyak penelitian tentang analisis keberlanjutan usaha pada koperasi.
Sedangkan harapan dilakukannya penelitian ini adalah menemukan konsep mengenai keberlanjutan usaha pada Koperasi Unit Desa (KUD) di Pekalongan, sehingga dapat diaplikasikan dengan baik serta dapat dimanfaatkan oleh pihak manajemen koperasi untuk meningkatkan efisiensi kinerja perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda