Selamat Datang di Situs Ilmu Perbankan

Apabila anda ingin membagikan ilmu pengetahuan perbankan secara gratis dalam bentuk tulisan dan buku online, dipersilahkan mengisi form pada kolom "Pendaftaran Penulis Ilmuperbankan" untuk dapat mengirimkan tulisan mengenai seputar ilmu perbankan via email dan tentunya akan kami review dahulu tulisan anda untuk kemudian akan kami terbitkan dalam situs ini, ataupun bagi sahabat yang mau kami bagikan buku gratis secara online melalui email dapat mendaftarkan diri dengan cara mengisi nama lengkap dan alamat email anda pada kolom "Gratis Buku Online", dan secara teratur akan kami kirimkan buku online secara gratis kepada para sahabat semua yang telah mendaftarkan nama dan alamatnya, terimakasih

Google Search

Selasa, 16 Maret 2010

KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA MENGADILI PERKARA KEPAILITAN DAN KAITANNYA DENGAN KEBERADAAN PERJANJIAN ARBITRASE

Pengadilan Niaga adalah pengadilan yang secara khusus berwenang menangani perkara kepailitan, kewenangan pengadilan Niaga adalah mutlak walaupun sebelumnya para pihak telah melakukan perjanjian arbitrase. Permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah sejauhmana sejauh mana kewenangan Pengadilan Niaga mengadili perkara kepailitan dalam kaitannya dengan keberadaan perjanjian arbitrase,bagaimana bentuk penanganan perkara kepailitan pada pengadilan niaga, dan, dan untuk mengetahui akibat hukum putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap para pihak yang berperkara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kewenangan, penanganan, dan akibat putusan kepailitan pada Pengadilan Niaga.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normarif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan kepailitan dan arbitrase. Teknik Pengumpulan Data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan.. Pengolahan dan analisis data dan informasi yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pengadilan Niaga berwenang memutus perkara kepailitan walaupun para pihak telah melakukan perjanjian arbitrase, karena arbitrase merupakan suatu prosedur penyelesaian sengketa yang bertujuan menyelesaikan perselisihan para pihak akibat dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam perjanjian, sedangkan kepailitan berhubungan dengan status personal seseorang. Penanganan perkara kepailitan pada Pengadilan Niaga dilakukan berdasarkan tata cara yang telah diatur dalam Undang-Undang Kepailitan yaitu pada Pasal 6 sampai dengan Pasal 14.

Apabila tidak diatur secara khusus oleh Undang-Undang Kepailitan maka penanganan diatur berdasarkan hukum acara perdata yang berlaku. Dalam Pasal 24 UU No. 37 Tahun 2004, pernyataan pailit mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya, terhitung sejak pernyataan putusan kepailitan.

Kemerdekaan yang diraih Bangsa Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan diperoleh melalui perjuangan yang sangat panjang. Oleh karena itu, hasil dari perjuangan tersebut harus dipertahankan untuk memberikan kesempatan kepada Bangsa Indonesia mewujudkan kesejahteraan yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional, pembangunan dunia usaha di Indonesia turut pula berkembang dengan pesat.

Hal ini dapat dilihat dengan munculnya banyak pengusaha, baik yang bertindak secara pribadi maupun bersama-sama mendirikan perusahaan dengan tujuan untuk mencari keuntungan. Keadaan suatu perusahaan tidaklah selalu berjalan dengan baik dan terkadang mengalami kesulitan di bidang keuangan sehingga perusahaan tersebut tidak lagi sanggup membayar utang-utangnya. Didalam menjalankan usahanya, perusahaan membutuhkan modal, baik berupa uang ataupun berupa barangbarang.

Di dalam menjalankan usaha, satu hal yang pasti perusahaan akan memperoleh keuntungan atau kerugian. Jika perusahaan itu memperoleh keuntungan, tentu saja perusahaan itu akan terus berkembang bahkan bisa menjadi perusahaan raksasa, tetapi apabila perusahaan tersebut mengalami kerugian, maka untuk mempertahankan usahanya akan dirasakan sangat sulit. Untuk mempertahankan usahanya tersebut perusahaan dapat melakukan peminjaman uang yang dibutuhkan kepada pihak lain. Dalam kehidupan memang tersedia sumber-sumber dana bagi seseorang atau badan hukum yang ingin memperoleh pinjaman, dari sumber-sumber dana itulah kekurangan dana dapat diperoleh.

Pemberian pinjaman oleh kreditor kepada debitor didasarkan pada asumsi bahwa kreditor percaya debitor dapat mengembalikan utang tepat pada waktunya. Pelunasan utang oleh debitor kepada kreditor tidak selalu dapat berjalan dengan lancar adakalanya debitor tidak membayar utangnya kepada kreditor walaupun telah jatuh tempo. Debitor yang tidak mampu melunasi utangnya, maka harta kekayaan debitor yang bergerak maupun tidak bergerak dan baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi jaminan atas utangnya.

Hal ini diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, dengan kata lain Pasal 1131 tersebut tidak hanya menentukan bahwa harta kekayaan seseorang debitor demi hukum menjadi agunan bagi kewajiban yang berupa membayar utangnya kepada kreditor yang mengutanginya, tetapi juga menjadi agunan bagi semua kewajiban lain yang timbul karena perikatan-perikatan lain, baik perikatan itu timbul karena undang-undang maupun karena perjanjian selain perjanjian kredit atau perjanjian pinjam-meminjam uang.

Ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata mengisyaratkan bahwa setiap kreditor memiliki kedudukan yang sama terhadap kreditor lainnya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang karena memiliki alasan-alasan yang sah untuk didahulukan daripada kreditor-kreditor lainnya. Kedua pasal yang tersebut di atas merupakan jaminan bagi kreditor untuk mendapatkan pelunasan bagi semua piutangnya, tapi untuk melaksanakan pembayaran utang oleh debitor kepada kreditor dengan adil diperlukan peraturan khusus, salah satunya adalah peraturan khusus yang mengatur tentang kepailitan yaitu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Ketentuan yang mengatur secara khusus tentang kepailitan pada awalnya terdapat dalam Wet Boek Van Koophandel WVK) buku III, namun dicabut dan diganti dengan Staatblad 1905 No. 217 Tentang Faillissemensverordening staatblad 1906 No.348.1

Peraturan ini kemudian disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan yang kemudian pada tanggal 9 September 1998 ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan dan Kewajiban Pembayaran Utang. Pada tahun 2004, peraturan ini disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 37 1 Sutan Remy Sjahdeini, 2002, Hukum Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, Halaman 5 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang selanjutnya dikenal dengan Undang-Undang Kepailitan (UUK).

Menurut ketentuan Undang-Undang Kepailitan (UUK) tersebut, kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga. Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) dapat disimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit hanya dapat dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. debitor paling sedikit mempunyai dua kreditor dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu kreditor;

2. debitor paling sedikit tidak membayar satu utang kepada kreditor; dan

3. utang yang tidak dibayar itu telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih.
Didalam pelaksanaan perjanjian antara debitor dan kreditor biasanya tidak selalu berjalan dengan lancar sehingga dalam menyepakati suatu perjanjian para pihak adakalanya memasukkan klausul arbitrase dalam perjanjian tersebut, yang mana klausul arbitrase ini sangat diperlukan bagi para pihak, terutama apabila terjadi sengketa atau perselisihan diantara para pihak. Penyelesaian perselisihan yang terjadi dapat dilakukan para pihak melalui peradilan umum dan arbitrase, tetapi pada saat ini para pihak lebih banyak menggunakan arbitrase daripada peradilan umum karena lebih menguntungkan para pihak dan dengan waktu yang lebih singkat. Dasar pokok arbitrase adalah kesepakatan para pihak yang bersengketa yang dituangkan dalam perjanjian tertulis dan mereka menunjuk pihak ketiga yang diberi wewenang untuk memutuskan sengketa. Para pihak berjanji untuk mematuhi putusan yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut.

Selain itu, di dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan lembaga peradilan.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;
2. dapat dihindarkan kelambatan yang diakibatkan karena prosedur dan administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalah serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.

Para pihak jika dalam perjanjiannya sepakat akan menggunakan arbitrase, jika ternyata dikemudian hari terjadi perselisihan atau sengketa terhadap pelaksanaan perjanjian yang mereka buat maka sengketa apapun yang terjadi, para pihak tersebut akan menggunakan arbitrase sebagai penyelesaiannya. Jika salah satu pihak dalam suatu perjanjian kreditor dan pihak yang lain debitor, pihak debitor yang dikarenakan oleh salah satu sebab tidak membayar/berhenti membayar utangnya kepada kreditor, maka menurut Undang-Undang Kepailitan (UUK), kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga.Terhadap hal yang demikian apabila dalam perjanjian tersebut ada klausul arbitrase, apakah debitor atau kreditor dapat mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga yang berwenang untuk memeriksa perkara tersebut atau diselesaikan melalui prosedur arbitrase sesuai dengan isi perjanjian. Seperti dalam perkara kepailitan antara PT. Invironmental Network Indonesia sebagai pemohon pernyataan pailit/kreditor melawan PT. Putra Putri Fortuna Windu dan PPF International Corporation sebagai termohon pailit/debitor, berdasarkan perjanjian pemohon menerima pekerjaan jasa manajemen termasuk kontruksi di bidang agrikultur atau proyek tambak udang dari termohon I dengan mengeluarkan biaya terlebih dahulu, termasuk membayar tenaga kerja yang diperlukan, dan secara berkala akan diganti oleh termohon I dengan menggunakan uang dari termohon II selaku penyandang dana, akan tetapi sebelum perjanjian berakhir pihak termohon mengakhiri secara paksa perjanjian tersebut, selain itu terdapat perbedaan jumlah utang yang harus dibayarkan oleh termohon kepada pemohon.

Berdasarkan fakta tersebut pemohon mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Akan tetapi majelis hakim tidak mengabulkan permohonan tersebut karena para pihak memasukkan klausul arbitrase dalam perjanjiannya. Perkara kepailitan antara PT. Invironmental Network Indonesia melawan PT. Putra Putri Fortuna Windu dan PPF International Corporation tersebut diselesaikan sampai dengan upaya hukum Peninjauan Kembali. Berdasarkan kewenangan Pengadilan Niaga dalam memutuskan perkara kepailitan dan adanya klausul arbitrase dalam perjanjian para pihak yang bersengketa maka penulis tertarik memilih judul “KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA MENGADILI PERKARA KEPAILITAN DAN KAITANNYA DENGAN KEBERADAAN PERJANJIAN ARBITRASE”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda